Menurut Prof John Stein (Universitas Oxford) dan Prof Tony Monaco dari sebuah pusat penelitian tentang gen manusia, sekitar 90 persen penderita disleksia adalah kaum pria.
Ada tiga gen sama yang berhubungan dengan disleksia dalam sampel darah para penderita. Penemuan ini membuktikan bahwa disleksia memang disebabkan faktor keturunan atau bawaan (genetik).
Keduanya mempelajari sampel deoxyribonucleic acid (DNA), yang terdiri atas materi genetik berupa darah dari 90 keluarga. Hasil penelitian menunjukkan, anak dengan kelainan disleksia dilahirkan dari keluarga dengan kesulitan kronis dalam membaca / mengeja, meski tingkat intelijensinya cukup tinggi.
Dengan demikian, pengidap disleksia sama sekali bukan orang bodoh. Bahkan tidak sedikit tokoh besar yang mengidap kelainan ini. Misalnya Presiden AS George W Bush, yang ketahuan mengidap disleksia saat kampanye pemilihan presiden tahun 2000.
Saat kampanye, Bush sering mengucapkan kata-kata yang salah penggunaannya. Misalnya, mengatakan pacemaker (alat pacu jantung), ketika sebenarnya hendak mengatakan peacemaker (pencipta perdamaian).
Ia pun gagal mengatakan bea dan cukai (tarrifs and barriers), karena kata yang diucapkannya adalah tarrifs and terriers.
Padahal, terrier merupakan salah satu jenis anjing peliharaan. Dalam pengamatan beberapa kalangan medis, Bush melakukan kesalahan pengucapan ini secara konsisten, yang menandakan bahwa ia mengidap kelainan disleksia.
Dalam ilmu psikiatri, ada beberapa bentuk klinis disleksia. Pertama, sulit menyebutkan nama benda (anomi), meski amat sederhana sekalipun. Misalnya mengucapkan kata pensil, sendok, dan arloji. Padahal penderita hafal/ mengenal benda-benda itu.
Kedua, sulit menuliskan huruf. Misalnya ''b'' ditulis atau dibaca ''d''; huruf p ditulis / dibaca ''q'', dan lain-lain. Ketiga, salah mengeja atau membaca rangkaian huruf tertentu. Misalnya left dibaca / ditulis felt; brand dibaca / ditulis band, ibu dibaca / ditulis ubi; dan sebagainya.
Bisa Berprestasi
Satu hal yang menggembirakan, penderita disleksia masih berkesempatan untuk berprestasi, bahkan melebihi anak-anak normal pada umumnya. Jadi, meskipun sulit membaca kata, biasanya tidak mengalami kesulitan dalam membaca angka atau not balok musik, kecuali penderita disleksia angka.
Hal ini sudah dibuktikan beberapa penderita, baik di dalam maupun di luar negeri. Mengapa bisa demikian? Karena anak-anak pengidap disleksia memang bukan anak bodoh. Tentu diperlukan penanganan dini dari pihak orang tua, disertai ketekunan dalam memotivasi anak.
Begitu menjumpai anaknya mengidap disleksia, berikan terapi sedini mungkin. Latihan remedial teaching (terapi mengulang) dengan penuh kesabaran dan ketekunan biasanya akan membantu anak mengatasi kesulitannya.
Berikan motivasi berupa pujian atau hadiah kecil setiap kali anak berhasil mengatasinya. Hal ini makin sangat membantu. Untuk penderita yang dibarengi gangguan penyerta, tambahkan dengan terapi perilaku. Sedangkan bagi penderita yang kesulitan berbicara, tambahan terapi bicara kepadanya.
Apabila seseorang hanya mengalami disleksia murni, biasanya gangguan ini hanya terjadi pada tahap usia tertentu saja. Pada saat pertumbuhan otak dan sel otaknya sudah sempurna, ia akan dapat mengatasinya. Meski demikian, terapi tadi harus dilakukan begitu menjumpai anaknya mengidap disleksia.
Ada tiga gen sama yang berhubungan dengan disleksia dalam sampel darah para penderita. Penemuan ini membuktikan bahwa disleksia memang disebabkan faktor keturunan atau bawaan (genetik).
Keduanya mempelajari sampel deoxyribonucleic acid (DNA), yang terdiri atas materi genetik berupa darah dari 90 keluarga. Hasil penelitian menunjukkan, anak dengan kelainan disleksia dilahirkan dari keluarga dengan kesulitan kronis dalam membaca / mengeja, meski tingkat intelijensinya cukup tinggi.
Dengan demikian, pengidap disleksia sama sekali bukan orang bodoh. Bahkan tidak sedikit tokoh besar yang mengidap kelainan ini. Misalnya Presiden AS George W Bush, yang ketahuan mengidap disleksia saat kampanye pemilihan presiden tahun 2000.
Saat kampanye, Bush sering mengucapkan kata-kata yang salah penggunaannya. Misalnya, mengatakan pacemaker (alat pacu jantung), ketika sebenarnya hendak mengatakan peacemaker (pencipta perdamaian).
Ia pun gagal mengatakan bea dan cukai (tarrifs and barriers), karena kata yang diucapkannya adalah tarrifs and terriers.
Padahal, terrier merupakan salah satu jenis anjing peliharaan. Dalam pengamatan beberapa kalangan medis, Bush melakukan kesalahan pengucapan ini secara konsisten, yang menandakan bahwa ia mengidap kelainan disleksia.
Dalam ilmu psikiatri, ada beberapa bentuk klinis disleksia. Pertama, sulit menyebutkan nama benda (anomi), meski amat sederhana sekalipun. Misalnya mengucapkan kata pensil, sendok, dan arloji. Padahal penderita hafal/ mengenal benda-benda itu.
Kedua, sulit menuliskan huruf. Misalnya ''b'' ditulis atau dibaca ''d''; huruf p ditulis / dibaca ''q'', dan lain-lain. Ketiga, salah mengeja atau membaca rangkaian huruf tertentu. Misalnya left dibaca / ditulis felt; brand dibaca / ditulis band, ibu dibaca / ditulis ubi; dan sebagainya.
Bisa Berprestasi
Satu hal yang menggembirakan, penderita disleksia masih berkesempatan untuk berprestasi, bahkan melebihi anak-anak normal pada umumnya. Jadi, meskipun sulit membaca kata, biasanya tidak mengalami kesulitan dalam membaca angka atau not balok musik, kecuali penderita disleksia angka.
Hal ini sudah dibuktikan beberapa penderita, baik di dalam maupun di luar negeri. Mengapa bisa demikian? Karena anak-anak pengidap disleksia memang bukan anak bodoh. Tentu diperlukan penanganan dini dari pihak orang tua, disertai ketekunan dalam memotivasi anak.
Begitu menjumpai anaknya mengidap disleksia, berikan terapi sedini mungkin. Latihan remedial teaching (terapi mengulang) dengan penuh kesabaran dan ketekunan biasanya akan membantu anak mengatasi kesulitannya.
Berikan motivasi berupa pujian atau hadiah kecil setiap kali anak berhasil mengatasinya. Hal ini makin sangat membantu. Untuk penderita yang dibarengi gangguan penyerta, tambahkan dengan terapi perilaku. Sedangkan bagi penderita yang kesulitan berbicara, tambahan terapi bicara kepadanya.
Apabila seseorang hanya mengalami disleksia murni, biasanya gangguan ini hanya terjadi pada tahap usia tertentu saja. Pada saat pertumbuhan otak dan sel otaknya sudah sempurna, ia akan dapat mengatasinya. Meski demikian, terapi tadi harus dilakukan begitu menjumpai anaknya mengidap disleksia.
0 komentar:
Posting Komentar